Rabu, 16 November 2016

Kimia Organik 1 : Kromatografi Kolom dan Kromatografi Lapis Tipis (Isolasi Kurkumin dari Kunyit dan Analisis Pemisahan)

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK I
Kromatografi Kolom dan Kromatografi Lapis Tipis : Isolasi Kurkumin dari Kunyit (Curcuma Longa L) dan Analisis Pemisahan
Tanggal Praktikum : Senin, 24 Oktober 2016
Tanggal Pengumpulan : Senin, 31 Oktober 2016
Yohana Permata Sari
1157040069




JURUSAN KIMIA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2016


I.                   TUJUAN PERCOBAAN
1.      Mengisolasi kurkumin dari kunyit sampai pemurniannya secara Kromatografi Lapis Tipis.
2.      Menentukan Rf setiap noda yang muncul.
3.      Memisahkan komponen-komponen yang terdapat dalam sampel kurkumin dengan Kromatografi Lapis Tipis.


II.                DASAR TEORI
Berdasarkan penelitan (Chearwae, et al., 2004), analisa KLT ekstrak kasar kurkuminoid dengan menggunakan fase gerak kloroform : etanol : asam asetat dengan perbandingan 94 : 5 : 1 (v/v/v) juga menghasilkan 3 spot utama berwarna oranye. Spot yang terakhir kali terelusi (paling non polar) yaitu spot A diidentifikasi sebagai kurkumin, kemudian demetoksikurkumin (B) dan bisdemetoksikurkumin (C). Jika dianalisa berdasarkan kepekatan warna dan luas spot pada plat KLT, kurkumin merupakan pigmen yang paling dominan yang terdapat pada kunyit. Fase gerak yang digunakan sudah cukup baik dalam memisahkan ketiga pigmen kurkuminoid dalam ekstrak kasar sehingga dapat diterapkan dalam isolasi dengan kromatografi kolom (Trully dan Kris, 2005)
Kurkumin (1,7-bis (4’- hidroksi- 3’-metoksifenil)-1,6-heptadiena-3,5-dion, merupakan senyawa hasil isolasi dari tanaman Curcuma sp dan telah berhasil dikembangkan sintesisnya oleh Pabon (1964). Kurkumin telah diketahui memiliki aktivitas biologis dengan spektrum yang luas. Aktivitas antioksidan ditentukan oleh gugus hidroksi aromatik terminal, gugus β diketon dan ikatan rangkap telah dibuktikan berperan pada aktivitas antikanker dan antimutagenik kurkumin (Majeed et al., 1995). Kurkumin memiliki aktivitas penghambat siklooksigenase (COX) sebesar 79% (van der Goot, 1997), dan diduga bersifat COX-2 selektif, berdasarkan sifat tidak toksik pada gastrointestinal meskipun pada dosis tinggi (Kawamori, et al., 1999). Aktivitas penghambat COX-2 memungkinkan pengembangan kurkumin sebagai zat antikanker yang bersifat antiproliferaif dan memacu apoptosis (Meiyanto, 1999)(Supardjan dan M. Da’i, 2005).
Salah satu cara pengambilan kurkumin dari rimpangnya adalah dengan cara ekstraksi. Ekstraksi merupakan salah satu metode pemisahan berdasarkan perbedaan kelarutan. Secara umum ekstraksi dapat didefinisikan sebagai proses pemisahan dan isolasi zat dari suatu zat dengan penambahan pelarut tertentu untuk mengeluarkan komponen campuran dari zat padat atau zat cair. Dalam hal ini fraksi padat yang diinginkan bersifat larut dalam pelarut (solvent), sedangkan fraksi padat lainnya tidak dapat larut. Proses tersebut akan menjadi sempurna jika solute dipisahkan dari pelarutnya, misalnya dengan cara distilasi/penguapan (Wahyuni, et al., 2004). 
Kurkumin atau 1,7-bis-(4 hidroksi-3-metoksi fenil) hepta-1,6-diena-3,5-dion memiliki berat molekul 368,126. Kurkumin dikenal sebagai bahan alam berupa zat warna kuning yang diisolasi dari Curcuma longa, L. Pertama kali kurkumin ditemukan pada tahun 1815 oleh Vogel dan Pelletier (van der Goot, 1997). Kristalisasi kurkumin pertama kali dilakukan oleh Daube (1870) dan elusidasi struktur kimia dilakukan pada tahun 1910 oleh Lampe. Sintesis kurkumin dilakukan pada tahun 1913 oleh Lampe dan Milobedzka (Aggarawal et al., 2003).

III.             CARA KERJA
A.    Isolasi Kurkumin dari Kunyit
Ditimbang sebanyak 20 gram rimpang kunyit kemudian dimasukkan kedalam labu bundar. Setelah itu, ditambahkan  50 ml CH2Cl2 dan direfluks selama 1 jam. Kemudian larutan disaring dengan penyaring vakum. Setelah disaring, dipisahkan antara filtrat dan residunya, filtratnya didistilasi pada penangas air serta residunya ditambahkan lagi 20 ml n-heksana kemudian aduk hingga merata. Setelah itu, larutan disaring dengan penyaring vakum. Kemudian padatan hasil saringan dianalisis dengan Kromatografi Lapis Tipis menggunakan eluen CH2Cl2 : MeOH = 97 : 3. Lalu dianalisis Rf yang muncul.
Kemudian 0,1 gram ekstrak kurkumin kasar dilarutkan dalam CH2Cl2 : MeOH = 99 :1 hingga larut. Setelah larut, larutan ekstrak kurkumin kasar diteteskan atau ditotolkan secara menyebar pada batas bawah pelat KLT (Kromatografi Lapis Tipis) preperatif berukuran 5×5, lalu dikeringkan. Setelah itu, dielusi dengan menggunakan eluen CH2Cl2 : MeOH = 97 :3. Lalu hasil elusi dilihat dibawah sinar UV. Kemudian pita komponen utama diberi tanda batas pada pelat KLT preparatif.


IV.             DATA PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN
No.
PERLAKUAN
PENGAMATAN
1.
Isolasi kurkumin dari kunyit
·         Alat refluksi dirangkai
·         CH2Cl2 diambil 50 ml
·         Sebanyak 20 gram rimpang kunyit ditimbang
·         Labu bundar dibilas dengan CH2Cl2
·         Serbuk kunyit dimasukkan kedalam labu bundar
·         +50 ml CH2Cl2


·         Direfluks selama 1 jam


·         +20 ml n-heksana
·         Disaring dengan penyaring vakum
·         Dianalisis dengan kromatografi lapis tipis menggunakan eluen CH2Cl2 : MeOH = 97 : 3
·         Disinari dengan sinar UV






·         Ditentukan Rf noda A, B, dan C

·         0,1 gram ekstrak kurkumin kasar
·         + CH2Cl2 : MeOH = 99 : 1 (dilarutkan)

·         Diteteskan (ditotolkan) secara menyebar pada batas bawah pelat KLT preperatif (ukuran 5×5), dikeringkan
·         Dielusi dengan eluen CH2Cl2 : MeOH = 97 : 3
·         Disinari dengan sinar UV


·         Rangkaian alat refluks
·         Larutan tidak berwarna
·         20 gram rimpang kunyit berupa serbuk berwarna kuning

·         Serbuk dalam labu bundar

·         Serbuk larut dalam diklorometana dan berwarna kuning (campuran diklorometana dan kunyit)
·         Diklorometana menguap, didapat hasil isolasi kurkumin berupa padatan berwarna kuning kemerahan
·         Tidak terjadi perubahan secara visual
·         Didapat residu (padatan) berwarna jingga ++
·         Eluen merambat (naik) diikuti dengan noda berwarna kuning

·         Titik noda tampak jelas dan terdapat 4 titik noda, sebagai berikut :
1 = 0,3 cm (warna hijau muda +++)       
2 = 0,9 cm (warna hijau muda ++)         
3 = 2,4 cm (warna hijau muda +)
4 = 0,9 cm (warna kuning)
Panjang elusi pada pelat = 4 cm
·         Rf1 = 0,075         Rf3 = 0,6
Rf2 = 0,225         Rf4 = 0,9
·         Berupa padatan jingga ++
·         Ekstrak kurkumin larut dalam CH2Cl2 : MeOH = 99 : 1 menghasilkan larutan berwarna kuning
·         Noda pada pelat KLT



·         Noda merambat naik berwarna kuning

·         Noda tampak jelas 3 komponen

1.      Hijau muda +++
2.      Hijau muda ++
3.      Hijau muda +


*      Perhitungan :
Nilai Rf =
Ø  Rf1  =    =  0,075
Ø  Rf2  =     =  0,225
Ø  Rf3    =  0,6
Ø  Rf4    =  0,9



V.                PEMBAHASAN
Kurkumin adalah senyawa turunan fenolik dari hasil isolasi rimpang tanaman kunyit (Curcuma longa). Zat ini adalah polifenol dengan rumus kimia C21H20O6. Kurkumin dapat memiliki dua bentuk tautomer yaitu keton dan enol. Struktur keton lebih dominan dalam bentuk padat, sedangkan struktur enol ditemukan dalam bentuk cairan.  Senyawa ini memiliki rumus molekul  2 gugus vinilguaiacol yang saling dihubungkan dengan rantai alfa beta diketon
Pada percobaan ini dilakukan isolasi kurkumin dari rimpang kunyit. Proses isolasi ini meliputi dua tahap pengerjaan yaitu dengan kromatografi kolom dan kromatografi lapis tipis. Prinsip pemisahan dari metode kromatografi adalah memisahkan campuran senyawa atas komponen-komponennya berdasarkan perbedaan kecepatan migrasi masing-masing pada dua fase, yakni fase diam dan fase gerak. Berdasarkan definisi prinsip kromatografi tersebut, kromatografi kolom sama dengan KLT, dimana senyawa-senyawa dalam campuran terpisahkan karena adsorbsi suatu padatan penyerap sebagai fasa diam dan eluennya sebagai fasa gerak. Perbedaan kecepatan migrasi tiap komponen dapat disebabkan oleh kemampuan masing-masing komponen untuk teradsorpsi atau perbedaan distribusi diantara dua fase yang tak saling campur. 
Pada percobaan ini, penyampuran 20 gram rimpang kunyit kering yang digunakan saat percobaan adalah bubuk rimpang, agar mempermudah pemisahan kurkumin dari kunyit dan hasil yang akan diperoleh lebih maksimal, dengan 50 ml diklorometana akan menjadi suatu larutan. Larutan tersebut kemudian direfluks selama 1 jam. Digunakan CH2Cl2 / diklorometana karena pelarut organik yang baik dan mudah menguap. Proses refluks dimaksudkan agar memekatkan larutan rimpang kunyit-diklorometana, dengan menguapkan senyawa diklorometana. Selanjutnya refluktan (campuran pekat) di saring dengan penyaring vakum lalu ambil filtrat berupa larutan kuning. Kemudian larutan dipekatkan melalui distilasi penangas air 50ºC, diperoleh distilat berupa diklorometana dan residu berupa kurkumin. Residu kemerah-merahan yang didapat kemudian dicampurkan dengan 20 ml n-heksana dan diaduk merata. Penambahan n-heksana pada campuran bertujuan untuk menggumpalkan campuran menjadi padat, memisahkan diri dari pelarut dan kemudian disaring lagi dengan penyaring vakum. Penyaringan dimaksudkan agar diperoleh kurkumin murni berupa padatan yang tertinggal (residu) pada saringan vakum. Selanjutnya padatan dianalisis dengan Kromatografi Lapis Tipis menggunakan eluen CH2Cl2 : MeOH = 97 : 3, akan memunculkan 4 komponen utama. 4 komponen utama yang didapat, timbul warna (Rf) adalah hijau muda +++ (0,3), hijau muda ++ (0,9) hijau muda + (2,4) dan kuning  (0,9).
Setelah uji KLT (Kromatografi Lapis Tipis) selesai, dilakukan pemisahan dengan KLT preparatif. Dengan menyiapkan kaca berukuran 5x5 cm yang dilapisi silika gel. Diberi batas bawah (2 cm dari ujung pelat) dan atas dengan pensil. Perlu menyiapkan sampel yang akan dielusi, yaitu 0.1 gram ekstrak kasar ( residu vakum ) dilarutkan sesedikit mungkin pelarut CH2Cl2 : MeOH = 99 : 1. Setelah itu diteteskan  perlahan,  secara  menyebar  dengan menggunakan pipet tetes. Perlakuan dilakukan beberapa kali untuk memastikan semua sampel terserap pada pelat silikat KLT preparatif. Perlu dicatat, setiap pengulangan tetesan, tunggu sampai kering penetasan sebelumnya dan tetesan selanjutnya berada dilokasi tetesan sebelumnya. Ketika eluen mulai membasahi lempengan pelat KLT, pelarut pertama akan melarutkan senyawa-senyawa dalam bercak yang telah ditempatkan pada garis dasar. Senyawa-senyawa akan cenderung bergerak pada lempengan kromatografi sebagaimana halnya pergerakan pelarut. Cepatnya senyawa-senyawa dibawa bergerak ke atas pada lempengan, tergantung pada kelarutan senyawa dalam pelarut. Hal ini bergantung pada bagaimana besar atraksi antara molekul-molekul senyawa dengan pelarut. 
Kurkumin merupakan senyawa yang terkandung dalam ekstrak kunyit yang dapat membentuk ikatan kimia karakteristik dengan silikon dioksida. Senyawa ini dapat membentuk ikatan hidrogen maupun ikatan van der walls yang lemah. Senyawa yang dapat membentuk ikatan hidrogen ini akan melekat pada pelat lebih kuat dibanding senyawa lainnya. Atau dapat dikatakan bahwa senyawa Kurkumin ini terjerap lebih kuat dari senyawa yang lainnya. Penjerapan merupakan pembentukan suatu ikatan dari satu substansi pada permukaan. Ketika kurkumin dijerap pada pelat untuk sementara waktu proses penjerapan berhenti dimana pelarut bergerak tanpa senyawa. Ini berarti bahwa semakin kuat senyawa dijerap, semakin kurang jarak yang ditempuh ke atas lempengan. Senyawa yang terikat pada pelat KLT akan terlihat sebagai noda.
Setelah noda kering, dilakukan elusi dengan eluen CH2Cl2 : MeOH = 97 : 3 untuk melihat pergerakan sampel. Digunakan eluen tersebut karena sebagai fasa gerak pada pengujian yang merupakan senyawa polar disamping fasa diam berupa silika gel, senyawa polar. Langkah selanjutnya sampel beserta KLT preparatif dilihat dibawah sinar lampu UV, untuk memunculkan dengan jelas pita komponen warna utama. Akhirnya diperoleh 3 warna utama hasil uji sampel, yaitu hijau muda +++, hijau muda ++, dan hijau muda +. 
Hasil reaksi pada percobaan ini :
Ø    Kurkumin+ CH2Cl2
 






Ø  Kurkumin direfluks
 





Buat reaksi n-heksana tidak usah, fungsinya hanya untuk mengikat/melarutkan senyawa selain kurkumin dan memisahkannya








VI.             KESIMPULAN
Pada percobaan kali ini, dapat ditarik kesimpulan yaitu :
1.      Isolasi kurkumin dari kunyit dilakukan dengan pelarutan rimpang kunyit dengan diklorometana, dan pemisahannya dilakukan dengan metode Kromatografi Lapis Tipis.
2.      Berdasarkan hasil uji Kromatografi Lapis Tipis dengan eluen CH2Cl2 : MeOH = 97 : 3, diperoleh Rf masing-masing noda yaitu :
Ø  Rf  kurkumin = 0.600
Ø  Rf desmetoksikurkumin = 0.225
Ø  Rf bisdemetoksikurkumin = 0.075
3.      Berdasarkan pengujian dengan Kromatografi Lapis Tipis diperoleh bahwa komponen-komponen yang terdapat dalam kunyit ada 3 macam, dimana hasil kromatografi menunjukkan terdapat tiga komponen utama yang merupakan zat aktif yang terkandung dalam kunyit, disusun berdasarkan sifat kepolarannya dari polar, semi polar dan non polar, yaitu :
Ø   Desmetoksikurkumin
Ø   Bisdemetoksikurkumin, dan
Ø   Kurkumin.








DAFTAR PUSTAKA

·         Anonim. 2013. Laporan Isolasi Kurkumin Dari Kunyit.
Diakses pada hari Sabtu tanggal 29 Oktober 2016 pukul 20.00 WIB.
·         Anonim. 2013. Kromatografi Kolom And Kromatografi Lapis Tipis Isolasi Kurkumin Dari Kunyit Curcuma Longa L. Dan Pemisahan Zat pewarna Makanan.
Diakses pada hari Jumat tanggal 29 Oktober 2016 pukul 21.00 WIB.
·         Clark, Jim. 2007. Kromatografi Lapis Tipis
http://chem-is-try.org  
Diakses pada hari Jumat tanggal 29 Oktober 2016 pukul 22.00 WIB.
·         Khopkar, S.M. 2003. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta : UI-Press.
·         Sudjadi. 1986. Metode Pemisahan. Yogyakarta : UGM-Press.
·         Wahyuni, A. Hardjono dan P.H. Yamrewav, 2004. Ekstraksi Kurkumin Dari Kunyit. Prosiding Seminar Nasional Rekayasa Kimia Dan Proses. 


KIMIA ORGANIK 1 : PEMISAHAN SENYAWA ORGANIK

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK I
PEMISAHAN SENYAWA ORGANIK
Ekstraksi dan Isolasi Kafein dari Daun Teh
Tanggal praktikum : Senin, 10 Oktober 2016
Tanggal Pengumpulan : Selasa, 18 Oktober 2016
Yohana Permata Sari
1157040069









JURUSAN KIMIA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2016

I.                   TUJUAN PERCOBAAN
1.      Mengekstraksi kafein dari daun teh.
2.      Memisahkan dan memurnikan hasil isolasi dan ekstraksi kafein dari daun teh.
3.      Menguji Kromatografi Lapis Tipis (KLT) terhadap sampel kristal kafein hasil ekstraksi daun teh.
4.      Menentukan Rf masing-masing noda pada uji Kromatografi Lapis Tipis terhadap sampel Kristal kafein hasil ekstraksi daun teh.

II.                DASAR TEORI
Ekstraksi adalah pemisahan suatu zat dari campurannya dengan pembagian sebuah zat terlarut antara dua pelarut yang tidak dapat tercampur untuk mengambil zat terlarut tersebut dari satu pelarut ke pelarut yang lain. Seringkali campuran bahan padat dan cair (misalnya bahan alami) tidak dapat atau sukar sekali dipisahkan dengan metode pemisahan mekanis. Misalnya saja, karena komponennya saling bercampur dengan sangat erat, peka terhadap panas, beda sifat-sifat fisiknya terlalu kecil, atau tersedia dalam konsentrasi yang terlalu rendah (Suparni, 2009).
Tujuan ekstraksi adalah untuk menarik semua komponen kimia yang terdapat dalam simplisia. Ekstraksi ini didasarkan pada perpindahan massa komponen zat padat ke dalam pelarut dimana perpindahan mulai terjadi pada lapisan antar muka, kemudian berdifusi masuk ke dalam pelarut (Medicafarma, 2010).
Kafein merupakan jenis alkaloid yang secara alamiah terdapat dalam biji kopi, daun teh, daun mete, biji kola, biji coklat, dan beberapa minuman penyegar. Kafein memiliki berat molekul 194,19 gr/mol dengan rumus kimia C8H10N8O2 dan pH 6,9 (larutan kafein 1% dalam air). Secara ilmiah, efek langsung dari kafein terhadap kesehatan sebetulnya tidak ada, tetapi yang ada adalah efek tak langsungnya seperti menstimulasi pernafasan dan jantung, serta memberikan efek samping berupa rasa gelisah (neuroses), tidak dapat tidur (insomnia), dan denyut jantung tak beraturan (tachycardia) (Hermanto, 2007).
Alkaloid adalah basa organik yang mengandung amina sekunder, tersier atau siklik. Diperkirakan ada 5500 alkaloid telah diketahui, yang merupakan golongan senyawa metabolit sekunder terbesar dari tanaman. Tidak ada satupun definisi yang memuaskan tentang alkaloid, tetapi alkaloid umumnya mencakup senyawa-senyawa bersifat basa yang mengandung satu atau lebih atom nitrogen, biasanya sebagai bagian dari sistem siklik. Secara kimia, alkaloid adalah golongan yang sangat heterogen berkisar dari senyawa-senyawa yang sederhana. Banyak alkaloid adalah terpenoid di alam dan beberapa adalah steroid (Utami, 2008).
Kromatografi merupakan metode analisis campuran atau larutan senyawa kimia dengan absorpsi memilih pada zat penyerap, zat cair dibiarkan mengalir melalui kolom zat penyerap, misalnya kapur, alumina dan semacamnya sehingga penyusunnya terpisah menurut bobot molekulnya, mula-mula memang fraksi-fraksi dicirikan oleh warna-warnanya (Puspasari, 2010).
Semua kromatografi memiliki fase diam (dapat berupa padatan, atau kombinasi cairan-padatan)  dan fase gerak (berupa cairan atau gas). Fase gerak mengalir melalui fase diam dan membawa komponen-komponen yang terdapat dalam campuran. Komponen-komponen yang berbeda bergerak pada laju yang berbeda. Pelaksaanan kromatografi lapis tipis menggunakan sebuah lapis tipis silika atau alumina yang seragam pada sebuah lempeng gelas atau logam atau plastik yang keras. Jel silika (atau alumina) merupakan fase diam. Fase diam untuk kromatografi lapis tipis seringkali juga mengandung substansi yang mana dapat berpencar dalam sinar ultraviolet. Fase gerak merupakan pelarut atau campuran pelarut yang sesuai (Clark, 2007).


III.             CARA KERJA
A.    Ekstraksi kafein dari teh
Sampel 5 kantung teh celup dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 250 mL, ditambahkan 10 gram Na2COdan ditambahkan 113 mL air mendidih. Campuran didiamkan selama 7 menit lalu dibagi menjadi 2 bagian menjadi kantung teh dan ekstrak teh 1. Kantung teh dalam Erlenmeyer 1 ditambahkan 25 mL air mendidih, ekstrak 1 dimasukkan dalam Erlenmeyer 2 dan didekantasi. Kantung teh dalam Erlenmeyer 1 diektraksi sehingga menghasilkan ekstrak 2 dan didekantasi. Ekstrak 1 dan 2 digabungkan dalam erlenmeyer 2, dipanaskan selama 20 menit dan didekantasi. Hasil ekstrak yang telah digabung, didinginkan pada suhu ruang lalu diekstraksi sebanyak 60 mL dengan corong pisah dan ditambahkan 20 ml diklorometana kemudian dikocok selama 5 menit. Ekstraksi diulangi dengan ditambahkan 15 ml diklorometana dan dikocok selama 5 menit sampai terbentuk dua fasa. Terdapat fasa atas sebagai fasa organik dan fasa bawah sebagai fasa emulsi. Fasa organik dipindahkan kedalam Erlenmeyer kecil ditambahkan CaCl2, diaduk dan digoyangkan selama 10 menit secara hati-hati lalu Erlenmeyer dan kertas saring dibilas dengan diklorometana kemudian  diuapkan dengan evaporator sampai suhu mencapai 400 C.
B.     Uji Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
 Larutan sampel ekstrak kafein dimasukkan ke pipa kapiler dan ditotolkan pada kertas silika ditengah batas bawah lalu disinari dengan sinar UV. Kertas silika tersebut dicelupkan ke dalam gelas kimia yang berisi kloroform-methanol dengan perbandingan 9:1. Kertas silika diposisikan berdiri, didiamkan hingga nodanya naik hingga batas atas dan didiamkan sampai kering lalu dimasukkan ke UV-VIS. Ditandai dan diamati nodanya lalu ditentukan nilai Rf nodanya.

IV.             DATA PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN
No.
PERLAKUAN
PENGAMATAN
1.
Ekstraksi Kafein dari The
·         Sampel 5 kantong teh celup
·         Dimasukkan ke Erlenmeyer 250 mL
·         10 gram Na2CO3
·         113 mL air mendidih, dicampurkan

·         Dibiarkan selama 7 menit
·         Larutan dipindahkan ke Erlenmeyer lain
·         Pada Erlenmeyer berisi kantong teh, ditambahkan 25 mL air mendidih, lalu didekantasi
·         Filtrat teh 1 dan 2 digabung
·         Kantong teh dalam Erlenmeyer dipanaskan selama 20 menit
·         Sisa kafein digabungkan dengan ekstrak 1 dan 2
·         Ekstrak teh dimasukkan kedalam corong pisah sebanyak 60 mL
·         + 20 mL diklorometana
·         Dikocok perlahan




·         +15 mL diklorometana, diekstraksi ulang


·         Fasa organik dipisahkan dengan fasa bawah (emulsi)
·         Fasa organik + CaCl2
·         Diaduk
·         Disaring
·         Dievaporasi menggunakan waterbet hingga mencapai suhu 40ºC.

Kristalisasi Kafein
·         Hasil ekstraksi
·         +50 mL aseton panas
·         +n-heksana hingga larutan keruh
·         Dipanaskan hingga larutan semakin keruh dan berbentuk kristal


·         Berupa padatan serbuk berwarna cokelat

·         Berupa padatan serbuk berwarna putih
·         Na2CO3 larut dalam air panas, terbentuk larutan berwarna cokelat kehitaman
·         Tidak terjadi perubahan
·         Larutan terpisah dengan kantong teh (ekstrak teh 1)
·         Terbentuk larutan cokelat kehitaman (ekstrak teh 2)

·         Campuran ekstrak teh 1 dan 2
·         Sisa kafein dari teh keluar

·         Total ekstrak teh berwarna cokelat kehitaman
·         60 mL ekstrak teh berwarna cokelat kehitaman dalam corong pisah
·         Diklorometana berupa cairan tak berwarna
·         Terbentuk dua fasa :
1.      Fasa atas yaitu fasa organik berwarna kuning kehijauan
2.      Fasa bawah yaitu fasa emulsi berwarna cokelat kehitaman
·         Terbentuk dua fasa :
1.      Fasa atas lebih banyak dari sebelumnya
2.      Fasa bawah tetap
·         Fasa organik berwarna kuning kehijauan dalam Erlenmeyer
·         CaCl2 berupa padatan berwarna putih
·         Terbentuk endapan putih diklorometana
·         Filtrat berwarna kuning kehijauan
·         Tetap tidak terjadi perubahan.



·         Larutan berwarna kuning kehijauan
·         Tidak terjadi perubahan
·         Larutan menjadi keruh (warna hijau)
·         Tidak terbentuk
2
Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
·         Larutan sampel ekstrak kafein
·         Dimasukkan ke pipa kapiler
·         Ditotolkan ke kertas silika ditengah batas bawah
·         Disinari sinar UV
·         Kertas silika dicelupkan kedalam gelas kimia yang berisi kloroform-methanol (9:1)
·         Kertas silika diposisikan berdiri
·         Didiamkan hingga noda nya naik hingga batas atas
·         Didiamkan sampai kering
·         Dimasukkan ke UV-VIS

·         Ditandai dan diamati noda nya
·         Dihitung nilai Rf noda nya

·         Berupa larutan berwarna kuning kehijauan

·         Setitik noda sampel kafein

·         Noda berwarna putih
·         Tidak terlihat perubahan secara fisik






·         Noda nya naik, terdapat bercak putih pada kertas silika

Ø Rf1  = 0,2500
Ø Rf2  = 0,4875
Ø Rf3  = 0,6500
Ø Rf4  = 0,6500
Ø Rf5  = 0,7500
Ø Rf6  = 0,7875

*      Perhitungan :
Nilai Rf =
Ø  Rf1  =    =  0,2500
Ø  Rf2  =     =  0,4875
Ø  Rf3    =  0,6500
Ø  Rf4    =  0,6500
Ø  Rf5    =  0,7500
Ø  Rf6    =  0,7875




V.                PEMBAHASAN
Ekstraksi kafein dari daun teh bertujuan untuk mengetahui pengaruh air dan kloroform sebagai pelarut terhadap kafein dalam teh dan mengetahui kadar kafein dalam teh. Digunakan 5 kantong teh celup yang kemudian ditambahkan 10gram natrium karbonat didalam labu erlenmayer 250 ml yang diberi air mendidih sebanyak 113 ml. Kegunaan natrium karbonat (Na2CO3) adalah agar kandungan tanin dalam teh dapat diserap (bereaksi) dan masuk kedalam fasa cair dengan reaksi ArOH + Na2CO3→ ArONa + NaHCO3, sehingga membentuk garam tanin atau anion fenolik. Kemudian biarkan larutan selama 7 menit dan didekantasi ke labu erlenmayer lain. Perlakukan hal yang sama pada 5 kantong teh celup tadi dengan member air panas sebanyak 25 ml dan didekantasi lalu digabungkan dengan ekstrak teh sebelumnya.
Dilanjutkan lagi dengan mendidihkan air yang berisi kantong teh selama 20 menit dan didekantasi lalu digabungkan dengan ekstrak teh sebelumnya. Setelah semua ekstrak terkumpul dalam labu erlenmayer, kemudian didinginkan hingga mencapai suhu kamar dengan direndam air kran. Lalu pindahkan kedalam corong pisah sebanyak 60 ml dengan penambahan 20 ml diklorometana (CH2Cl2) untuk diekstraksi kembali. Kocok corong pisah dan isinya perlahan selama 5 menit dan buka kran setiap 3-4 kali kocokan, agar gas CO2 yang dihasilkan tidak terakumulasi didalam, yang bisa merusak dan menekan corong pisah karena tekanan. Terdapat 2 fasa yang ada di dalam corong pisah, fasa atas yaitu fasa organik/spesi kafein yang berwarna kuning kehijauan terletak didasar corong pisah, tercampur dengan pelarut air yang mengandung banyak zat yang tidak dibutuhkan, dan fasa bawah yaitu fasa emulsi yang berada dibawah spesi air dan kafein. Spesi kafein yang bisa juga disebut sebagai fasa diklorometana dapat terbentuk karena kafein yang merupakan senyawa organik non polar dapat larut pada diklorometana yang juga merupakan senyawa organik non polar. Sedangkan tanin adalah senyawa organik polar yang pastinya akan larut dalam kepolaran senyawa lain yaitu air.
Tanin yang berada dalam bentuk garam atau anion fenolikakan mengakibatkan material dalam sampel yaitu diklorometana dapat membentuk emulsi dengan air. Garam tanin ini berfungsi sebagai surfaktan anion yang mampu membentuk emulsi apabila diguncang terlalu kuat. Itulah sebabnya corong pisah yang berisi sampel ekstraksi teh tidak boleh dikocok/ diguncang terlalu kuat, agar tidak terbentuk emulsi yang akan mengganggu kemurnian ekstraksi. Setelah didapat fasa diklorometana pertama, diperlukan penambahan lagi 15 ml diklorometana pada sisa sampel yang ada pada corong pisah dan proses terus berulang. Ekstraksi menghasilkan dua ekstrak, ektrak pertama diletakkan pada cawan uap yang nantinya akan diuapkan dan ektrak kedua diletakkan pada labu erlenmayer kecil yang akan diproses kemudian. Proses kemudian itu ditambahkan kalsium klorida anhidrat supaya air yang masih terdapat pada fasa diklorometana dapat diserap oleh kalsium klorida dengan indikasi berupa gumpalan didalam labu erlenmayer. Air yang masih ada atau terjebak dalam fasa tersebut dikarenakan ketidaksengajaan emulsi yang terbawa saat pengambilan fasa diklorometana. Setelah itu, saring ektrak dengan penyaring biasa atau dengan cara dekantasi tanpa ada gumpalan kalsium klorida anhidrat yang ikut terbawa. Langkah selanjutnya adalah gabungkan filtrat dan uapkan pelarut diklorometana dengan cara dievaporasi. Dievaporasi agar menguapkan kloroform yang masih terdapat pada kafein. Kloroform menguap saat evaporasi karena sifat kloroform yang mudah menguap. Evaporasi menyisakan crude kafein.  Ini disebabkan teh yang digunakan bukan teh murni. Tetapi sudah tercampur dengan zat lain oleh produsen. Bisa juga disebabkan kafein tidak terlarut sempurna. Perbedaan titik didih antara kafein dengan diklorometana, dimana diklorometana dengan titik didih 40ºC akan menguap terlebih dahulu dan menyisakan kafein murni (Kristal kuning kehijauan pada dinding labu).
Untuk meningkatkan kemurnian kafein, diperlukannya 5 ml aseton panas yang berfungsi menarik pengotor polar yang mudah menguap. Setelah itu tambahkan juga ligroin atau n-heksana dalam keadaan panas yang berguna dalam penarikan aseton karena ligroin bersifat semipolar. Penambahan ligroin tetes demi tetes sampai terbentuk warna keruh. Dinginkan perlahan labu erlenmayer hingga suhu kamar dan disaring dengan penyaring isap Buchner. Tetapi hasil yang didapat tidak terbentuk.
Untuk menguji kebenaran bahwa hasil ekstraksi berupa kafeinadalah dengan uji kromatografi lapis tipis (KLT) dan uji alkaloid (karena kafein merupakan senyawa alkaloid). Uji kromatografi didasarkan pada prinsip migrasi dan distribusi zat karena gaya tarik menarik antar molekul yang bergantung pada kapilaritas plat, kepolaran senyawa dan kepolaran eluen. Semakin polar senyawa sampel terhadap eluennya yang polar maka akan semakin dekat noda sampel dengan titik atas, dikarenakan gaya tarik menarik antar molekul yang kuat sehingga noda lebih lama berada pada fasa gerak yang juga polar. Pada akhirnya diperoleh nilai Rf yang lebih besar karena jarak nodanya lebih jauh terhadap titik awal/ mendekat dengan jarak eluen dari pada nilai Rf sampel nonpolar, begitu juga sebaliknya. Pada percobaan ini, sampel hanya diuji pada eluen kloroform-metanol (9:1) dengan enam perolehan jarak noda sebesar 1cm, 1.95cm, 2.6cm, 2.6cm, 3cm, 3.15cm dan jarak eluen 4cm dan dari hasil perhitungan diperoleh nilai Rf sebesar 0.25, 0.4875, 0.65, 0.65, 0.75, 0.7875.

VI.             KESIMPULAN
Pada percobaan kali ini, dapat ditarik kesimpulan yaitu :
1.      Ekstraksi kafein dari daun teh dapat dilakukan dengan melarutkan daun teh kering dalam air panas dengan penambahan natrium karbonat sebagai pendesak kafein dalam daun teh sehingga larut dalam air, atau dengan kata lain untuk mengikat bahan-bahan yang terkandung dalam teh sehingga didapatkan ekstrak kafein. 
2.      Memisahkan serta memurnikan hasil isolasi dan ekstraksi kafein dari daun teh, dilakukan dalam corong pisah dengan penambahan diklorometana sebagai pelarut. Penambahan diklorometana berfungsi mengikat kafein yang tadinya berbentuk garam dengan Na+  menjadi berikatan diklorometana. Setelah terbentuk dua fraksi, yaitu fraksi organik dan emulsi, kedua fraksi tersebut dipisahkan. Fraksi organik berwarna kuning kehijauan adalah ekstrak kafein.
3.      Uji Kromatografi Lapis Tipis pada percobaan ini dilakukan untuk menguji kebenaran bahwa hasil ekstrak berupa kafein. Dengan eluen yang digunakan adalah kloroform : methanol yang merambat ketika dilakukan elusi, keberadaan kafein ditandai dengan terdapatnya bercak-bercak putih saat pelat KLT disinari dengan sinar UV.
4.      Nilai Rf masing-masing noda pada uji Kromatografi Lapis Tipis, didapat sebesar :
Ø  Rf1  = 0,2500
Ø  Rf2  = 0,4875
Ø  Rf3  = 0,6500
Ø  Rf4  = 0,6500
Ø  Rf5  = 0,7500
Ø  Rf6  = 0,7875


DAFTAR PUSTAKA

·         Anonim. 2008. Kromatografi lapis tipis.
http ://www.chem-is-try.org/?sectbelajar.
Diakses pada hari Jumat tanggal 14 Oktober 2016 pukul 20.00 WIB.
·         Hermanto. 2007. Kafein, Senyawa Bermamfaat atau Beracunkah?
·         Medicafarma. 2010. Prinsip Ekstraksi
·         Clark, Jim. 2007. Kromatografi Lapis Tipis
http://chem-is-try.org  
Diakses pada hari Jumat tanggal 14 Oktober 2016 pukul 21.00 WIB.
·         Utami, Nurul. 2008. Identifikasi Senyawa Alkohol dan Heksana Daun.  FMIPA UNILA, Lampung. Hal: 136.
·         Puspasari, Dian. 2010. Kamus Lengkap Kimia. Jakarta: Dwi Media Press,hal. 159.