Rabu, 16 November 2016

KIMIA ORGANIK 1 : PEMISAHAN SENYAWA ORGANIK

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK I
PEMISAHAN SENYAWA ORGANIK
Ekstraksi dan Isolasi Kafein dari Daun Teh
Tanggal praktikum : Senin, 10 Oktober 2016
Tanggal Pengumpulan : Selasa, 18 Oktober 2016
Yohana Permata Sari
1157040069









JURUSAN KIMIA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2016

I.                   TUJUAN PERCOBAAN
1.      Mengekstraksi kafein dari daun teh.
2.      Memisahkan dan memurnikan hasil isolasi dan ekstraksi kafein dari daun teh.
3.      Menguji Kromatografi Lapis Tipis (KLT) terhadap sampel kristal kafein hasil ekstraksi daun teh.
4.      Menentukan Rf masing-masing noda pada uji Kromatografi Lapis Tipis terhadap sampel Kristal kafein hasil ekstraksi daun teh.

II.                DASAR TEORI
Ekstraksi adalah pemisahan suatu zat dari campurannya dengan pembagian sebuah zat terlarut antara dua pelarut yang tidak dapat tercampur untuk mengambil zat terlarut tersebut dari satu pelarut ke pelarut yang lain. Seringkali campuran bahan padat dan cair (misalnya bahan alami) tidak dapat atau sukar sekali dipisahkan dengan metode pemisahan mekanis. Misalnya saja, karena komponennya saling bercampur dengan sangat erat, peka terhadap panas, beda sifat-sifat fisiknya terlalu kecil, atau tersedia dalam konsentrasi yang terlalu rendah (Suparni, 2009).
Tujuan ekstraksi adalah untuk menarik semua komponen kimia yang terdapat dalam simplisia. Ekstraksi ini didasarkan pada perpindahan massa komponen zat padat ke dalam pelarut dimana perpindahan mulai terjadi pada lapisan antar muka, kemudian berdifusi masuk ke dalam pelarut (Medicafarma, 2010).
Kafein merupakan jenis alkaloid yang secara alamiah terdapat dalam biji kopi, daun teh, daun mete, biji kola, biji coklat, dan beberapa minuman penyegar. Kafein memiliki berat molekul 194,19 gr/mol dengan rumus kimia C8H10N8O2 dan pH 6,9 (larutan kafein 1% dalam air). Secara ilmiah, efek langsung dari kafein terhadap kesehatan sebetulnya tidak ada, tetapi yang ada adalah efek tak langsungnya seperti menstimulasi pernafasan dan jantung, serta memberikan efek samping berupa rasa gelisah (neuroses), tidak dapat tidur (insomnia), dan denyut jantung tak beraturan (tachycardia) (Hermanto, 2007).
Alkaloid adalah basa organik yang mengandung amina sekunder, tersier atau siklik. Diperkirakan ada 5500 alkaloid telah diketahui, yang merupakan golongan senyawa metabolit sekunder terbesar dari tanaman. Tidak ada satupun definisi yang memuaskan tentang alkaloid, tetapi alkaloid umumnya mencakup senyawa-senyawa bersifat basa yang mengandung satu atau lebih atom nitrogen, biasanya sebagai bagian dari sistem siklik. Secara kimia, alkaloid adalah golongan yang sangat heterogen berkisar dari senyawa-senyawa yang sederhana. Banyak alkaloid adalah terpenoid di alam dan beberapa adalah steroid (Utami, 2008).
Kromatografi merupakan metode analisis campuran atau larutan senyawa kimia dengan absorpsi memilih pada zat penyerap, zat cair dibiarkan mengalir melalui kolom zat penyerap, misalnya kapur, alumina dan semacamnya sehingga penyusunnya terpisah menurut bobot molekulnya, mula-mula memang fraksi-fraksi dicirikan oleh warna-warnanya (Puspasari, 2010).
Semua kromatografi memiliki fase diam (dapat berupa padatan, atau kombinasi cairan-padatan)  dan fase gerak (berupa cairan atau gas). Fase gerak mengalir melalui fase diam dan membawa komponen-komponen yang terdapat dalam campuran. Komponen-komponen yang berbeda bergerak pada laju yang berbeda. Pelaksaanan kromatografi lapis tipis menggunakan sebuah lapis tipis silika atau alumina yang seragam pada sebuah lempeng gelas atau logam atau plastik yang keras. Jel silika (atau alumina) merupakan fase diam. Fase diam untuk kromatografi lapis tipis seringkali juga mengandung substansi yang mana dapat berpencar dalam sinar ultraviolet. Fase gerak merupakan pelarut atau campuran pelarut yang sesuai (Clark, 2007).


III.             CARA KERJA
A.    Ekstraksi kafein dari teh
Sampel 5 kantung teh celup dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 250 mL, ditambahkan 10 gram Na2COdan ditambahkan 113 mL air mendidih. Campuran didiamkan selama 7 menit lalu dibagi menjadi 2 bagian menjadi kantung teh dan ekstrak teh 1. Kantung teh dalam Erlenmeyer 1 ditambahkan 25 mL air mendidih, ekstrak 1 dimasukkan dalam Erlenmeyer 2 dan didekantasi. Kantung teh dalam Erlenmeyer 1 diektraksi sehingga menghasilkan ekstrak 2 dan didekantasi. Ekstrak 1 dan 2 digabungkan dalam erlenmeyer 2, dipanaskan selama 20 menit dan didekantasi. Hasil ekstrak yang telah digabung, didinginkan pada suhu ruang lalu diekstraksi sebanyak 60 mL dengan corong pisah dan ditambahkan 20 ml diklorometana kemudian dikocok selama 5 menit. Ekstraksi diulangi dengan ditambahkan 15 ml diklorometana dan dikocok selama 5 menit sampai terbentuk dua fasa. Terdapat fasa atas sebagai fasa organik dan fasa bawah sebagai fasa emulsi. Fasa organik dipindahkan kedalam Erlenmeyer kecil ditambahkan CaCl2, diaduk dan digoyangkan selama 10 menit secara hati-hati lalu Erlenmeyer dan kertas saring dibilas dengan diklorometana kemudian  diuapkan dengan evaporator sampai suhu mencapai 400 C.
B.     Uji Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
 Larutan sampel ekstrak kafein dimasukkan ke pipa kapiler dan ditotolkan pada kertas silika ditengah batas bawah lalu disinari dengan sinar UV. Kertas silika tersebut dicelupkan ke dalam gelas kimia yang berisi kloroform-methanol dengan perbandingan 9:1. Kertas silika diposisikan berdiri, didiamkan hingga nodanya naik hingga batas atas dan didiamkan sampai kering lalu dimasukkan ke UV-VIS. Ditandai dan diamati nodanya lalu ditentukan nilai Rf nodanya.

IV.             DATA PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN
No.
PERLAKUAN
PENGAMATAN
1.
Ekstraksi Kafein dari The
·         Sampel 5 kantong teh celup
·         Dimasukkan ke Erlenmeyer 250 mL
·         10 gram Na2CO3
·         113 mL air mendidih, dicampurkan

·         Dibiarkan selama 7 menit
·         Larutan dipindahkan ke Erlenmeyer lain
·         Pada Erlenmeyer berisi kantong teh, ditambahkan 25 mL air mendidih, lalu didekantasi
·         Filtrat teh 1 dan 2 digabung
·         Kantong teh dalam Erlenmeyer dipanaskan selama 20 menit
·         Sisa kafein digabungkan dengan ekstrak 1 dan 2
·         Ekstrak teh dimasukkan kedalam corong pisah sebanyak 60 mL
·         + 20 mL diklorometana
·         Dikocok perlahan




·         +15 mL diklorometana, diekstraksi ulang


·         Fasa organik dipisahkan dengan fasa bawah (emulsi)
·         Fasa organik + CaCl2
·         Diaduk
·         Disaring
·         Dievaporasi menggunakan waterbet hingga mencapai suhu 40ºC.

Kristalisasi Kafein
·         Hasil ekstraksi
·         +50 mL aseton panas
·         +n-heksana hingga larutan keruh
·         Dipanaskan hingga larutan semakin keruh dan berbentuk kristal


·         Berupa padatan serbuk berwarna cokelat

·         Berupa padatan serbuk berwarna putih
·         Na2CO3 larut dalam air panas, terbentuk larutan berwarna cokelat kehitaman
·         Tidak terjadi perubahan
·         Larutan terpisah dengan kantong teh (ekstrak teh 1)
·         Terbentuk larutan cokelat kehitaman (ekstrak teh 2)

·         Campuran ekstrak teh 1 dan 2
·         Sisa kafein dari teh keluar

·         Total ekstrak teh berwarna cokelat kehitaman
·         60 mL ekstrak teh berwarna cokelat kehitaman dalam corong pisah
·         Diklorometana berupa cairan tak berwarna
·         Terbentuk dua fasa :
1.      Fasa atas yaitu fasa organik berwarna kuning kehijauan
2.      Fasa bawah yaitu fasa emulsi berwarna cokelat kehitaman
·         Terbentuk dua fasa :
1.      Fasa atas lebih banyak dari sebelumnya
2.      Fasa bawah tetap
·         Fasa organik berwarna kuning kehijauan dalam Erlenmeyer
·         CaCl2 berupa padatan berwarna putih
·         Terbentuk endapan putih diklorometana
·         Filtrat berwarna kuning kehijauan
·         Tetap tidak terjadi perubahan.



·         Larutan berwarna kuning kehijauan
·         Tidak terjadi perubahan
·         Larutan menjadi keruh (warna hijau)
·         Tidak terbentuk
2
Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
·         Larutan sampel ekstrak kafein
·         Dimasukkan ke pipa kapiler
·         Ditotolkan ke kertas silika ditengah batas bawah
·         Disinari sinar UV
·         Kertas silika dicelupkan kedalam gelas kimia yang berisi kloroform-methanol (9:1)
·         Kertas silika diposisikan berdiri
·         Didiamkan hingga noda nya naik hingga batas atas
·         Didiamkan sampai kering
·         Dimasukkan ke UV-VIS

·         Ditandai dan diamati noda nya
·         Dihitung nilai Rf noda nya

·         Berupa larutan berwarna kuning kehijauan

·         Setitik noda sampel kafein

·         Noda berwarna putih
·         Tidak terlihat perubahan secara fisik






·         Noda nya naik, terdapat bercak putih pada kertas silika

Ø Rf1  = 0,2500
Ø Rf2  = 0,4875
Ø Rf3  = 0,6500
Ø Rf4  = 0,6500
Ø Rf5  = 0,7500
Ø Rf6  = 0,7875

*      Perhitungan :
Nilai Rf =
Ø  Rf1  =    =  0,2500
Ø  Rf2  =     =  0,4875
Ø  Rf3    =  0,6500
Ø  Rf4    =  0,6500
Ø  Rf5    =  0,7500
Ø  Rf6    =  0,7875




V.                PEMBAHASAN
Ekstraksi kafein dari daun teh bertujuan untuk mengetahui pengaruh air dan kloroform sebagai pelarut terhadap kafein dalam teh dan mengetahui kadar kafein dalam teh. Digunakan 5 kantong teh celup yang kemudian ditambahkan 10gram natrium karbonat didalam labu erlenmayer 250 ml yang diberi air mendidih sebanyak 113 ml. Kegunaan natrium karbonat (Na2CO3) adalah agar kandungan tanin dalam teh dapat diserap (bereaksi) dan masuk kedalam fasa cair dengan reaksi ArOH + Na2CO3→ ArONa + NaHCO3, sehingga membentuk garam tanin atau anion fenolik. Kemudian biarkan larutan selama 7 menit dan didekantasi ke labu erlenmayer lain. Perlakukan hal yang sama pada 5 kantong teh celup tadi dengan member air panas sebanyak 25 ml dan didekantasi lalu digabungkan dengan ekstrak teh sebelumnya.
Dilanjutkan lagi dengan mendidihkan air yang berisi kantong teh selama 20 menit dan didekantasi lalu digabungkan dengan ekstrak teh sebelumnya. Setelah semua ekstrak terkumpul dalam labu erlenmayer, kemudian didinginkan hingga mencapai suhu kamar dengan direndam air kran. Lalu pindahkan kedalam corong pisah sebanyak 60 ml dengan penambahan 20 ml diklorometana (CH2Cl2) untuk diekstraksi kembali. Kocok corong pisah dan isinya perlahan selama 5 menit dan buka kran setiap 3-4 kali kocokan, agar gas CO2 yang dihasilkan tidak terakumulasi didalam, yang bisa merusak dan menekan corong pisah karena tekanan. Terdapat 2 fasa yang ada di dalam corong pisah, fasa atas yaitu fasa organik/spesi kafein yang berwarna kuning kehijauan terletak didasar corong pisah, tercampur dengan pelarut air yang mengandung banyak zat yang tidak dibutuhkan, dan fasa bawah yaitu fasa emulsi yang berada dibawah spesi air dan kafein. Spesi kafein yang bisa juga disebut sebagai fasa diklorometana dapat terbentuk karena kafein yang merupakan senyawa organik non polar dapat larut pada diklorometana yang juga merupakan senyawa organik non polar. Sedangkan tanin adalah senyawa organik polar yang pastinya akan larut dalam kepolaran senyawa lain yaitu air.
Tanin yang berada dalam bentuk garam atau anion fenolikakan mengakibatkan material dalam sampel yaitu diklorometana dapat membentuk emulsi dengan air. Garam tanin ini berfungsi sebagai surfaktan anion yang mampu membentuk emulsi apabila diguncang terlalu kuat. Itulah sebabnya corong pisah yang berisi sampel ekstraksi teh tidak boleh dikocok/ diguncang terlalu kuat, agar tidak terbentuk emulsi yang akan mengganggu kemurnian ekstraksi. Setelah didapat fasa diklorometana pertama, diperlukan penambahan lagi 15 ml diklorometana pada sisa sampel yang ada pada corong pisah dan proses terus berulang. Ekstraksi menghasilkan dua ekstrak, ektrak pertama diletakkan pada cawan uap yang nantinya akan diuapkan dan ektrak kedua diletakkan pada labu erlenmayer kecil yang akan diproses kemudian. Proses kemudian itu ditambahkan kalsium klorida anhidrat supaya air yang masih terdapat pada fasa diklorometana dapat diserap oleh kalsium klorida dengan indikasi berupa gumpalan didalam labu erlenmayer. Air yang masih ada atau terjebak dalam fasa tersebut dikarenakan ketidaksengajaan emulsi yang terbawa saat pengambilan fasa diklorometana. Setelah itu, saring ektrak dengan penyaring biasa atau dengan cara dekantasi tanpa ada gumpalan kalsium klorida anhidrat yang ikut terbawa. Langkah selanjutnya adalah gabungkan filtrat dan uapkan pelarut diklorometana dengan cara dievaporasi. Dievaporasi agar menguapkan kloroform yang masih terdapat pada kafein. Kloroform menguap saat evaporasi karena sifat kloroform yang mudah menguap. Evaporasi menyisakan crude kafein.  Ini disebabkan teh yang digunakan bukan teh murni. Tetapi sudah tercampur dengan zat lain oleh produsen. Bisa juga disebabkan kafein tidak terlarut sempurna. Perbedaan titik didih antara kafein dengan diklorometana, dimana diklorometana dengan titik didih 40ºC akan menguap terlebih dahulu dan menyisakan kafein murni (Kristal kuning kehijauan pada dinding labu).
Untuk meningkatkan kemurnian kafein, diperlukannya 5 ml aseton panas yang berfungsi menarik pengotor polar yang mudah menguap. Setelah itu tambahkan juga ligroin atau n-heksana dalam keadaan panas yang berguna dalam penarikan aseton karena ligroin bersifat semipolar. Penambahan ligroin tetes demi tetes sampai terbentuk warna keruh. Dinginkan perlahan labu erlenmayer hingga suhu kamar dan disaring dengan penyaring isap Buchner. Tetapi hasil yang didapat tidak terbentuk.
Untuk menguji kebenaran bahwa hasil ekstraksi berupa kafeinadalah dengan uji kromatografi lapis tipis (KLT) dan uji alkaloid (karena kafein merupakan senyawa alkaloid). Uji kromatografi didasarkan pada prinsip migrasi dan distribusi zat karena gaya tarik menarik antar molekul yang bergantung pada kapilaritas plat, kepolaran senyawa dan kepolaran eluen. Semakin polar senyawa sampel terhadap eluennya yang polar maka akan semakin dekat noda sampel dengan titik atas, dikarenakan gaya tarik menarik antar molekul yang kuat sehingga noda lebih lama berada pada fasa gerak yang juga polar. Pada akhirnya diperoleh nilai Rf yang lebih besar karena jarak nodanya lebih jauh terhadap titik awal/ mendekat dengan jarak eluen dari pada nilai Rf sampel nonpolar, begitu juga sebaliknya. Pada percobaan ini, sampel hanya diuji pada eluen kloroform-metanol (9:1) dengan enam perolehan jarak noda sebesar 1cm, 1.95cm, 2.6cm, 2.6cm, 3cm, 3.15cm dan jarak eluen 4cm dan dari hasil perhitungan diperoleh nilai Rf sebesar 0.25, 0.4875, 0.65, 0.65, 0.75, 0.7875.

VI.             KESIMPULAN
Pada percobaan kali ini, dapat ditarik kesimpulan yaitu :
1.      Ekstraksi kafein dari daun teh dapat dilakukan dengan melarutkan daun teh kering dalam air panas dengan penambahan natrium karbonat sebagai pendesak kafein dalam daun teh sehingga larut dalam air, atau dengan kata lain untuk mengikat bahan-bahan yang terkandung dalam teh sehingga didapatkan ekstrak kafein. 
2.      Memisahkan serta memurnikan hasil isolasi dan ekstraksi kafein dari daun teh, dilakukan dalam corong pisah dengan penambahan diklorometana sebagai pelarut. Penambahan diklorometana berfungsi mengikat kafein yang tadinya berbentuk garam dengan Na+  menjadi berikatan diklorometana. Setelah terbentuk dua fraksi, yaitu fraksi organik dan emulsi, kedua fraksi tersebut dipisahkan. Fraksi organik berwarna kuning kehijauan adalah ekstrak kafein.
3.      Uji Kromatografi Lapis Tipis pada percobaan ini dilakukan untuk menguji kebenaran bahwa hasil ekstrak berupa kafein. Dengan eluen yang digunakan adalah kloroform : methanol yang merambat ketika dilakukan elusi, keberadaan kafein ditandai dengan terdapatnya bercak-bercak putih saat pelat KLT disinari dengan sinar UV.
4.      Nilai Rf masing-masing noda pada uji Kromatografi Lapis Tipis, didapat sebesar :
Ø  Rf1  = 0,2500
Ø  Rf2  = 0,4875
Ø  Rf3  = 0,6500
Ø  Rf4  = 0,6500
Ø  Rf5  = 0,7500
Ø  Rf6  = 0,7875


DAFTAR PUSTAKA

·         Anonim. 2008. Kromatografi lapis tipis.
http ://www.chem-is-try.org/?sectbelajar.
Diakses pada hari Jumat tanggal 14 Oktober 2016 pukul 20.00 WIB.
·         Hermanto. 2007. Kafein, Senyawa Bermamfaat atau Beracunkah?
·         Medicafarma. 2010. Prinsip Ekstraksi
·         Clark, Jim. 2007. Kromatografi Lapis Tipis
http://chem-is-try.org  
Diakses pada hari Jumat tanggal 14 Oktober 2016 pukul 21.00 WIB.
·         Utami, Nurul. 2008. Identifikasi Senyawa Alkohol dan Heksana Daun.  FMIPA UNILA, Lampung. Hal: 136.
·         Puspasari, Dian. 2010. Kamus Lengkap Kimia. Jakarta: Dwi Media Press,hal. 159.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar