LAPORAN
PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK I
PEMISAHAN SENYAWA ORGANIK
Ekstraksi dan Isolasi Kafein dari
Daun Teh
Tanggal
praktikum : Senin, 10 Oktober 2016
Tanggal
Pengumpulan : Selasa, 18 Oktober 2016
Yohana Permata Sari
1157040069
JURUSAN KIMIA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN
GUNUNG DJATI
BANDUNG
2016
I.
TUJUAN
PERCOBAAN
1.
Mengekstraksi kafein dari daun teh.
2.
Memisahkan dan memurnikan hasil isolasi
dan ekstraksi kafein dari daun teh.
3.
Menguji Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
terhadap sampel kristal kafein hasil ekstraksi daun teh.
4.
Menentukan Rf masing-masing noda pada
uji Kromatografi Lapis Tipis terhadap sampel Kristal kafein hasil ekstraksi
daun teh.
II.
DASAR
TEORI
Ekstraksi
adalah pemisahan suatu zat dari campurannya dengan pembagian sebuah zat
terlarut antara dua pelarut yang tidak dapat tercampur untuk mengambil zat
terlarut tersebut dari satu pelarut ke pelarut yang lain. Seringkali campuran
bahan padat dan cair (misalnya bahan alami) tidak dapat atau sukar sekali
dipisahkan dengan metode pemisahan mekanis. Misalnya saja, karena komponennya
saling bercampur dengan sangat
erat, peka terhadap panas, beda sifat-sifat fisiknya terlalu kecil, atau tersedia
dalam konsentrasi yang terlalu rendah (Suparni, 2009).
Tujuan
ekstraksi adalah untuk menarik semua komponen kimia yang terdapat dalam
simplisia. Ekstraksi ini didasarkan pada perpindahan massa komponen zat padat
ke dalam pelarut dimana perpindahan mulai terjadi pada lapisan antar muka,
kemudian berdifusi masuk ke dalam pelarut (Medicafarma, 2010).
Kafein merupakan jenis alkaloid yang
secara alamiah terdapat dalam biji kopi, daun teh, daun mete, biji kola,
biji coklat, dan beberapa minuman penyegar. Kafein memiliki berat molekul
194,19 gr/mol dengan rumus kimia C8H10N8O2 dan
pH 6,9 (larutan kafein 1% dalam air). Secara ilmiah, efek langsung dari kafein
terhadap kesehatan sebetulnya tidak ada, tetapi yang ada adalah efek tak
langsungnya seperti menstimulasi pernafasan dan jantung, serta memberikan efek
samping berupa rasa gelisah (neuroses), tidak dapat tidur (insomnia), dan
denyut jantung tak beraturan (tachycardia) (Hermanto, 2007).
Alkaloid adalah basa organik yang
mengandung amina sekunder, tersier atau siklik. Diperkirakan ada 5500 alkaloid
telah diketahui, yang merupakan golongan senyawa metabolit sekunder terbesar
dari tanaman. Tidak ada satupun definisi yang memuaskan tentang alkaloid,
tetapi alkaloid umumnya mencakup senyawa-senyawa bersifat basa yang mengandung
satu atau lebih atom nitrogen, biasanya sebagai bagian dari sistem siklik.
Secara kimia, alkaloid adalah golongan yang sangat heterogen berkisar dari
senyawa-senyawa yang sederhana. Banyak alkaloid adalah terpenoid di alam dan beberapa
adalah steroid (Utami, 2008).
Kromatografi merupakan metode
analisis campuran atau larutan senyawa kimia dengan absorpsi memilih pada zat
penyerap, zat cair dibiarkan mengalir melalui kolom zat penyerap, misalnya
kapur, alumina dan semacamnya sehingga penyusunnya terpisah menurut bobot molekulnya,
mula-mula memang fraksi-fraksi dicirikan oleh warna-warnanya (Puspasari, 2010).
Semua kromatografi memiliki fase diam
(dapat berupa padatan, atau kombinasi cairan-padatan) dan fase gerak (berupa cairan atau gas). Fase
gerak mengalir melalui fase diam dan membawa komponen-komponen yang terdapat
dalam campuran. Komponen-komponen yang
berbeda bergerak pada laju yang berbeda. Pelaksaanan kromatografi lapis tipis
menggunakan sebuah lapis tipis silika atau alumina yang seragam pada sebuah
lempeng gelas atau logam atau plastik yang keras. Jel silika (atau alumina)
merupakan fase diam. Fase diam untuk kromatografi lapis tipis seringkali juga
mengandung substansi yang mana dapat berpencar dalam sinar ultraviolet. Fase
gerak merupakan pelarut atau campuran pelarut yang sesuai (Clark, 2007).
III.
CARA
KERJA
A.
Ekstraksi kafein dari teh
Sampel
5 kantung teh celup dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 250 mL, ditambahkan 10 gram
Na2CO3 dan
ditambahkan 113 mL air mendidih. Campuran didiamkan selama 7 menit lalu dibagi menjadi
2 bagian menjadi kantung teh dan ekstrak teh 1. Kantung teh dalam Erlenmeyer 1
ditambahkan 25 mL air mendidih, ekstrak 1 dimasukkan dalam Erlenmeyer 2 dan didekantasi.
Kantung teh dalam Erlenmeyer 1 diektraksi sehingga menghasilkan ekstrak 2 dan
didekantasi. Ekstrak 1 dan 2 digabungkan dalam erlenmeyer 2, dipanaskan selama
20 menit dan didekantasi. Hasil ekstrak yang telah digabung, didinginkan pada
suhu ruang lalu diekstraksi sebanyak 60 mL dengan corong pisah dan ditambahkan
20 ml diklorometana kemudian dikocok selama 5 menit. Ekstraksi diulangi dengan ditambahkan
15 ml diklorometana dan dikocok selama 5 menit sampai terbentuk dua fasa.
Terdapat fasa atas sebagai fasa organik dan fasa bawah sebagai fasa emulsi. Fasa
organik dipindahkan kedalam Erlenmeyer kecil ditambahkan CaCl2, diaduk
dan digoyangkan selama 10 menit secara hati-hati lalu Erlenmeyer dan kertas
saring dibilas dengan diklorometana kemudian diuapkan dengan evaporator sampai suhu mencapai
400 C.
B.
Uji Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
Larutan sampel ekstrak kafein dimasukkan ke
pipa kapiler dan ditotolkan pada kertas silika ditengah batas bawah lalu
disinari dengan sinar UV. Kertas silika tersebut dicelupkan ke dalam gelas
kimia yang berisi kloroform-methanol dengan perbandingan 9:1. Kertas silika
diposisikan berdiri, didiamkan hingga nodanya naik hingga batas atas dan
didiamkan sampai kering lalu dimasukkan ke UV-VIS. Ditandai dan diamati nodanya
lalu ditentukan nilai Rf nodanya.
IV.
DATA
PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN
No.
|
PERLAKUAN
|
PENGAMATAN
|
1.
|
Ekstraksi Kafein dari
The
·
Sampel 5 kantong teh celup
·
Dimasukkan ke Erlenmeyer 250 mL
·
10 gram Na2CO3
·
113 mL air mendidih, dicampurkan
·
Dibiarkan selama 7 menit
·
Larutan dipindahkan ke Erlenmeyer
lain
·
Pada Erlenmeyer berisi kantong
teh, ditambahkan 25 mL air mendidih, lalu didekantasi
·
Filtrat teh 1 dan 2 digabung
·
Kantong teh dalam Erlenmeyer
dipanaskan selama 20 menit
·
Sisa kafein digabungkan dengan
ekstrak 1 dan 2
·
Ekstrak teh dimasukkan kedalam
corong pisah sebanyak 60 mL
·
+ 20 mL diklorometana
·
Dikocok perlahan
·
+15 mL diklorometana, diekstraksi
ulang
·
Fasa organik dipisahkan dengan
fasa bawah (emulsi)
·
Fasa organik + CaCl2
·
Diaduk
·
Disaring
·
Dievaporasi menggunakan waterbet
hingga mencapai suhu 40ºC.
Kristalisasi Kafein
·
Hasil ekstraksi
·
+50 mL aseton panas
·
+n-heksana hingga larutan keruh
·
Dipanaskan hingga larutan semakin
keruh dan berbentuk kristal
|
·
Berupa padatan serbuk berwarna
cokelat
·
Berupa padatan serbuk berwarna
putih
·
Na2CO3
larut dalam air panas, terbentuk larutan berwarna cokelat kehitaman
·
Tidak terjadi perubahan
·
Larutan terpisah dengan kantong
teh (ekstrak teh 1)
·
Terbentuk larutan cokelat
kehitaman (ekstrak teh 2)
·
Campuran ekstrak teh 1 dan 2
·
Sisa kafein dari teh keluar
·
Total ekstrak teh berwarna
cokelat kehitaman
·
60 mL ekstrak teh berwarna
cokelat kehitaman dalam corong pisah
·
Diklorometana berupa cairan tak
berwarna
·
Terbentuk dua fasa :
1. Fasa
atas yaitu fasa organik berwarna kuning kehijauan
2. Fasa
bawah yaitu fasa emulsi berwarna cokelat kehitaman
·
Terbentuk dua fasa :
1. Fasa
atas lebih banyak dari sebelumnya
2. Fasa
bawah tetap
·
Fasa organik berwarna kuning
kehijauan dalam Erlenmeyer
·
CaCl2 berupa padatan
berwarna putih
·
Terbentuk endapan putih
diklorometana
·
Filtrat berwarna kuning kehijauan
·
Tetap tidak terjadi perubahan.
·
Larutan berwarna kuning kehijauan
·
Tidak terjadi perubahan
·
Larutan menjadi keruh (warna
hijau)
·
Tidak terbentuk
|
2
|
Kromatografi
Lapis Tipis (KLT)
·
Larutan sampel ekstrak kafein
·
Dimasukkan ke pipa kapiler
·
Ditotolkan ke kertas silika
ditengah batas bawah
·
Disinari sinar UV
·
Kertas silika dicelupkan kedalam
gelas kimia yang berisi kloroform-methanol (9:1)
·
Kertas silika diposisikan berdiri
·
Didiamkan hingga noda nya naik
hingga batas atas
·
Didiamkan sampai kering
·
Dimasukkan ke UV-VIS
·
Ditandai dan diamati noda nya
·
Dihitung nilai Rf noda nya
|
·
Berupa larutan berwarna kuning
kehijauan
·
Setitik noda sampel kafein
·
Noda berwarna putih
·
Tidak terlihat perubahan secara
fisik
·
Noda nya naik, terdapat bercak
putih pada kertas silika
Ø
Rf1 = 0,2500
Ø Rf2 = 0,4875
Ø Rf3 = 0,6500
Ø Rf4 = 0,6500
Ø Rf5 = 0,7500
Ø Rf6 = 0,7875
|

Nilai
Rf =
Ø Rf1
=
= 0,2500
Ø Rf2 =
= 0,4875
Ø Rf3 =
= 0,6500
Ø Rf4 =
= 0,6500
Ø Rf5 =
= 0,7500
Ø Rf6 =
= 0,7875
V.
PEMBAHASAN
Ekstraksi kafein dari daun teh bertujuan untuk mengetahui
pengaruh air dan kloroform sebagai pelarut terhadap kafein dalam teh dan
mengetahui kadar kafein dalam teh. Digunakan 5 kantong teh
celup yang kemudian ditambahkan 10gram natrium karbonat didalam labu erlenmayer
250 ml yang diberi air mendidih sebanyak 113 ml. Kegunaan natrium karbonat (Na2CO3)
adalah agar kandungan tanin dalam teh dapat diserap (bereaksi) dan masuk kedalam
fasa cair dengan reaksi ArOH + Na2CO3→ ArONa + NaHCO3,
sehingga membentuk garam tanin atau anion fenolik. Kemudian biarkan larutan
selama 7 menit dan didekantasi ke labu erlenmayer lain. Perlakukan hal yang
sama pada 5 kantong teh celup tadi dengan member air panas sebanyak 25 ml dan
didekantasi lalu digabungkan dengan ekstrak teh sebelumnya.
Dilanjutkan
lagi dengan mendidihkan air yang berisi kantong teh selama 20 menit dan
didekantasi lalu digabungkan dengan ekstrak teh sebelumnya. Setelah semua
ekstrak terkumpul dalam labu erlenmayer, kemudian didinginkan hingga mencapai
suhu kamar dengan direndam air kran. Lalu pindahkan kedalam corong pisah sebanyak
60 ml dengan penambahan 20 ml diklorometana (CH2Cl2)
untuk diekstraksi kembali. Kocok corong pisah dan isinya perlahan selama 5
menit dan buka kran setiap 3-4 kali kocokan, agar gas CO2 yang
dihasilkan tidak terakumulasi didalam, yang bisa merusak dan menekan corong
pisah karena tekanan. Terdapat 2 fasa yang ada di dalam corong pisah, fasa atas
yaitu fasa organik/spesi kafein yang berwarna kuning kehijauan terletak didasar
corong pisah, tercampur dengan pelarut air yang mengandung banyak zat yang
tidak dibutuhkan, dan fasa bawah yaitu fasa emulsi yang berada dibawah spesi
air dan kafein. Spesi kafein yang bisa juga disebut sebagai fasa diklorometana
dapat terbentuk karena kafein yang merupakan senyawa organik non polar dapat
larut pada diklorometana yang juga merupakan senyawa organik non polar. Sedangkan
tanin adalah senyawa organik polar yang pastinya akan larut dalam
kepolaran senyawa lain yaitu air.
Tanin yang berada dalam bentuk garam atau anion fenolikakan
mengakibatkan material dalam sampel yaitu diklorometana dapat membentuk emulsi
dengan air. Garam tanin ini berfungsi sebagai surfaktan anion yang mampu
membentuk emulsi apabila diguncang terlalu kuat. Itulah sebabnya corong pisah
yang berisi sampel ekstraksi teh tidak boleh dikocok/ diguncang terlalu kuat, agar tidak terbentuk emulsi
yang akan mengganggu kemurnian ekstraksi. Setelah didapat fasa diklorometana
pertama, diperlukan penambahan lagi 15 ml diklorometana pada sisa sampel yang ada pada
corong pisah dan proses terus berulang. Ekstraksi menghasilkan dua ekstrak,
ektrak pertama diletakkan pada cawan uap yang nantinya akan diuapkan dan
ektrak kedua diletakkan pada labu erlenmayer kecil yang akan diproses kemudian.
Proses kemudian itu ditambahkan kalsium klorida anhidrat supaya air yang masih
terdapat pada fasa diklorometana dapat diserap oleh kalsium klorida dengan
indikasi berupa gumpalan didalam labu erlenmayer. Air yang masih ada atau
terjebak dalam fasa tersebut dikarenakan ketidaksengajaan emulsi yang terbawa
saat pengambilan fasa diklorometana. Setelah itu, saring ektrak dengan
penyaring biasa atau dengan cara dekantasi tanpa ada gumpalan kalsium klorida
anhidrat yang ikut terbawa. Langkah selanjutnya adalah gabungkan filtrat dan uapkan pelarut diklorometana dengan cara
dievaporasi. Dievaporasi agar menguapkan kloroform yang masih terdapat pada
kafein. Kloroform menguap saat evaporasi karena sifat kloroform yang mudah
menguap. Evaporasi menyisakan crude kafein. Ini disebabkan teh yang digunakan
bukan teh murni. Tetapi sudah tercampur dengan zat lain oleh produsen. Bisa
juga disebabkan kafein tidak terlarut sempurna. Perbedaan titik didih
antara kafein dengan diklorometana, dimana diklorometana dengan titik didih 40ºC
akan menguap terlebih dahulu dan menyisakan kafein murni (Kristal kuning
kehijauan pada dinding labu).
Untuk
meningkatkan kemurnian kafein, diperlukannya 5 ml aseton panas yang berfungsi menarik
pengotor polar yang mudah menguap. Setelah itu tambahkan juga ligroin atau
n-heksana dalam keadaan panas yang berguna dalam penarikan aseton karena
ligroin bersifat semipolar. Penambahan ligroin tetes demi tetes
sampai terbentuk warna keruh. Dinginkan perlahan labu erlenmayer hingga suhu
kamar dan disaring dengan penyaring isap Buchner. Tetapi hasil yang didapat
tidak terbentuk.
Untuk
menguji kebenaran bahwa hasil ekstraksi berupa kafeinadalah dengan uji
kromatografi lapis tipis (KLT) dan uji alkaloid (karena kafein merupakan
senyawa alkaloid). Uji kromatografi didasarkan pada prinsip
migrasi dan distribusi zat karena gaya tarik menarik
antar molekul yang bergantung pada kapilaritas plat, kepolaran senyawa dan
kepolaran eluen. Semakin polar senyawa sampel terhadap eluennya yang polar maka
akan semakin dekat noda sampel dengan titik atas, dikarenakan gaya tarik menarik
antar molekul yang kuat sehingga noda lebih lama berada pada fasa gerak yang
juga polar. Pada akhirnya diperoleh nilai Rf yang lebih besar karena jarak nodanya lebih jauh terhadap titik awal/ mendekat
dengan jarak eluen dari pada nilai Rf sampel nonpolar, begitu juga sebaliknya. Pada
percobaan ini, sampel hanya diuji pada eluen kloroform-metanol (9:1) dengan enam
perolehan jarak noda sebesar 1cm, 1.95cm, 2.6cm, 2.6cm, 3cm, 3.15cm dan jarak
eluen 4cm dan dari hasil perhitungan diperoleh nilai Rf sebesar 0.25, 0.4875,
0.65, 0.65, 0.75, 0.7875.
VI.
KESIMPULAN
Pada
percobaan kali ini, dapat ditarik kesimpulan yaitu :
1. Ekstraksi
kafein dari daun teh dapat dilakukan dengan melarutkan daun teh kering dalam
air panas dengan penambahan natrium karbonat sebagai pendesak kafein dalam daun
teh sehingga larut dalam air, atau dengan kata lain untuk mengikat bahan-bahan
yang terkandung dalam teh sehingga didapatkan ekstrak kafein.
2.
Memisahkan serta memurnikan hasil
isolasi dan ekstraksi kafein dari daun teh, dilakukan dalam corong pisah dengan
penambahan diklorometana sebagai pelarut. Penambahan diklorometana berfungsi
mengikat kafein yang tadinya berbentuk garam dengan Na+ menjadi berikatan diklorometana. Setelah
terbentuk dua fraksi, yaitu fraksi organik dan emulsi, kedua fraksi tersebut
dipisahkan. Fraksi organik berwarna kuning kehijauan adalah ekstrak kafein.
3.
Uji Kromatografi Lapis Tipis pada
percobaan ini dilakukan untuk menguji kebenaran bahwa hasil ekstrak berupa
kafein. Dengan eluen yang digunakan adalah kloroform : methanol yang merambat
ketika dilakukan elusi, keberadaan kafein ditandai dengan terdapatnya
bercak-bercak putih saat pelat KLT disinari dengan sinar UV.
4.
Nilai Rf masing-masing noda pada uji
Kromatografi Lapis Tipis, didapat sebesar :
Ø
Rf1 = 0,2500
Ø Rf2 = 0,4875
Ø Rf3 = 0,6500
Ø Rf4 = 0,6500
Ø Rf5 = 0,7500
Ø Rf6 = 0,7875
DAFTAR
PUSTAKA
·
Anonim. 2008. Kromatografi lapis tipis.
http
://www.chem-is-try.org/?sectbelajar.
Diakses pada hari Jumat tanggal 14 Oktober 2016
pukul 20.00 WIB.
·
Hermanto. 2007. Kafein, Senyawa Bermamfaat atau Beracunkah?
·
Medicafarma. 2010. Prinsip Ekstraksi
·
Clark, Jim. 2007. Kromatografi Lapis Tipis
http://chem-is-try.org
Diakses pada hari Jumat tanggal 14 Oktober 2016
pukul 21.00 WIB.
·
Utami, Nurul. 2008. Identifikasi
Senyawa Alkohol dan Heksana Daun. FMIPA UNILA, Lampung. Hal: 136.
·
Puspasari, Dian. 2010. Kamus Lengkap
Kimia. Jakarta: Dwi Media Press,hal. 159.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar